Beberapa minggu terakhir, terdengar riuh gelombang gonjang-ganjing datang dari dunia tekstil nasional. Kabarnya, sejumlah perusahaan tekstil berencana atau bahkan sudah menutup pabrik mereka. Beberapa perusahaan lainnya juga melakukan PHK massal demi efisiensi usaha. Gelombang PHK ini menjadi ancaman serius bagi sektor ketenagakerjaan domestik karena industri tekstil merupakan salah satu industri padat karya yang penting.
Menurut data BPS tahun 2023, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menyerap sekitar 2,82% tenaga kerja dalam industri manufaktur pada tahun 2022. Namun, angka ini menurun dari 1,13 juta orang pada Agustus 2021 menjadi 1,08 juta orang pada Agustus 2022. Trend penurunan kinerja industri tekstil terus berlanjut, dengan beberapa perusahaan memilih untuk tidak beroperasi permanen dan merumahkan ratusan karyawan.
Faktor eksternal seperti regulasi pemerintah, persaingan pasar internasional, dan masalah likuiditas juga mempengaruhi kinerja industri tekstil. Peraturan Menteri Perdagangan yang mempermudah masuknya barang TPT impor, bersama dengan harga barang impor yang lebih murah, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Selain itu, kondisi perekonomian global yang tidak kondusif juga mempengaruhi industri tekstil nasional.