Menurut Darmawan, diperlukan jaringan transmisi sepanjang sekitar 70 ribu kilometer sirkuit hingga tahun 2040 mendatang. Ini artinya, panjang transmisi tersebut hampir dua kali lipat keliling bumi! Sumber energi terbarukan di Indonesia tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara, sehingga perlu diarahkan ke pusat permintaan listrik, termasuk pusat industri.
PLN dan pemerintah memperkirakan akan ada penambahan kapasitas listrik sebesar 100 GW, di mana 75 GW berasal dari sumber energi baru dan terbarukan. Dari jumlah tersebut, 5% di antaranya berasal dari energi nuklir. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan investasi sekitar Rp 1.000 triliun untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan, termasuk transmisi dan pembangkit listrik dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa investasi sebesar Rp 600 triliun diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik baru, ditambah dengan investasi sebesar Rp 400 triliun untuk membangun jaringan transmisi. Hal ini menjadi penting mengingat meningkatnya permintaan listrik di dalam negeri, yang didorong oleh produktivitas industri, rumah tangga, dan juga kendaraan listrik.
Dengan adanya pengembangan infrastruktur listrik, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik yang semakin meningkat di Indonesia. Permintaan listrik yang terus bertambah, seperti dalam ekosistem kendaraan listrik, rumah tangga, dan industri, menuntut adanya solusi yang tepat agar pasokan listrik tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat.
Dengan demikian, pembangunan jaringan transmisi energi ‘hijau’ menjadi langkah penting dalam memanfaatkan sumber energi terbarukan yang melimpah di Indonesia. Dengan kerjasama antara pemerintah, PLN, dan sektor swasta, diharapkan infrastruktur ketenagalistrikan dapat terus berkembang demi mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Semoga dengan langkah ini, Indonesia dapat menjadi negara yang lebih berkelanjutan dalam pemanfaatan sumber daya energi.